Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

PUISI : MERAH PIPIMU, MEREKAH SENYUMMU

MERAH PIPIMU, MEREKAH SENYUMMU  (טהרבענגניע מאלאיכאת רארא) Hari Minggu dengan gemulai melambai mesra Menembus mata bak pancaran Surya Teriaknya dalam bisik merdu pintanya pulang segera. Ragamu yang sempat turun ke dunia kesakitan Sebentar lagi akan mengangkasa ke singgasana kahyangan. Sorot mata yang berbinar-binar Hati yang menari-nari Sakitmu yang terobati Dan nyawamu yang menjelma puisi. Aku tunggu di tepian surga oh paduka raja Sekarang, dan selama-lamanya Kita kan kembali bermukim, dan memadu cinta bersama. Faizin Abasárina ( 07:35 pm - Jogoloyo,  19-06-20  )

PUISI : MAHLIGAI SUBUH (SATU)

Mahligai Subuh (SATU) Subuh adalah mahligainya orang yang jatuh hati Sebab, di kala subuh melahirkan keramaian ditengah keheningan Melahirkan keindahan ditengah terlelapnya malam. Menerawang langit acap kali mudah terjadi diwaktu subuh Seakan menepik mata pedang, padahal itu hal yang mustahil. Lalu, dicobanya mengacak lengan Celakanya itupun juga mustahil Subuh, subuh! Selalu saja sama! Mahligainya insan yang peka terhadap rasa, mengambil bena terhadap cinta. Faizin Absárina ( Subuh - Getas, 2019-04-25 ) ( Ramadan Pertama )

PUISI : IMPERIAL DENDAM BERAHI

IMPERIAL DENDAM BERAHI Misteri dalam hati yang tersembunyi. Lubuk hati yang dalamnya tak mungkin terselami. Relung ekologi dalam hati yang tak lagi berpenghuni. Engkau yang memutuskan angkat kaki tanpa permisi. Raja bersimbahan darah. Kafilah kehilangan arah. Imperialisme tak lagi megah. Menjelma kerajaan antah-berantah. Hancur berantakan porak-poranda. Dari hulu ke hilir membusungkan dada. Raja dan ratu beradu mulut di batas negara. Aberasi cinta bumbu perang dunia. Anatomi imperial dendam berahi. Puisi sabda hati yang menjelma bait suci. Di sisi laut mati. Kisah ini diakhiri. Faizin Absárina ( 07:57 am - Getas, 2020-06-21 )

PUISI : ELEGI MALAM SUNYI

ELEGI MALAM SUNYI "TAK BERTEPI" Dalam mencekamnya malam, kidung mendung kembali berdengung. Gemuruh rindu yang menyala-nyala dari balik kebunku yang rindang. Terdengar rintihan kekasih yang mengerikan pendengaran. Dapatkah ku rengkuh kembali jiwamu. Mampukah jauhnya ku tempuh. Dan kepada raganya untuk kembali ku sentuh. Bercerita mengenai keberadaanmu. Meriuhkan jiwa yang tenang nan tentram. Memporak-porandakan rindangnya perasaan. Merubah kesuburan menjadikannya kemarau berkepanjangan. Jatuh menangisi dan tersungkur. Nyawamu yang memaksa menyusup ngawur. Mencipta raga dan jiwa yang tak pernah akur. Apa jadinya jika kau tak angkat kaki. Bagaimana jika engkau terus begini. Mungkin saja hidup ini bak elegi tak bertepi. Menjelma pulau-pulau tak berpenghuni yang hampir mati. Pergilah kasih. Jangan hanya singgah. Jangan berdiam disini. Aku enggan kita ber-elegi. RIN Abasárina ( 11:35 pm - Getas, 2020-07-26 )

PUISI : KELAHIRAN BAIT SUBUH

KELAHIRAN BAIT SUBUH Usai penantian yang riak riuh Sembilan bait puisi yang telah terengkuh Lahirlah sebait syair tuhan yang rinai teduh Lahirnya dengan tenang namun gemuruh Disambut dunia dengan rinai subuhNya Berpijar tangis bahagia di dahan griya Sebait puisi suci dari tangan Tuhan Bersiap membangun cinta hingga hari pembalasan Lahirnya lirih begitu indah Leluasa melihat dunia tanpa gundah Gemuruh doa tersurat indah Mendoakan sang putri semoga berkah Ia tak berdosa Pun tak bernoda Tangisan puisi lirih Kepadanya pertama kali merintih Menggerayang dengan pelan Tak butuh dunia hanya pelukan Berjalan perlahan Selamat sampai tujuan Barokah Amanah Diridhoi Dicintai Kembali Faizin Abasárina ( 04:00 am, Bomo-Getas, 2020-07-25 )

PUISI : SYAIR DARI HATI UNTUK SI BUAH HATI

SYAIR DARI HATI UNTUK SI BUAH HATI  ( שאיר דארי האטי עונטוכ שי בועה האתי) Semoga dijauhkan dari segala marabahaya, kasihku. Jiwamu yang gemulai tak pantas dihantam badai. Rintihanku untukmu, berharap dianugerahkan temu yang tak semu. Kau yang teramat anggun dan kerap kali buatku tertegun. Tutur bahasa yang teramat santun, dan pancaran jiwamu yang begitu sangat ranum. Tentu saja apa saja dalam dirimu buatku terkagum-kagum, bahkan degup jantungku sampai menggelora setinggi gunung. Sorot mata bidadari, kerap kali kutemui di alam mimpi. Lantunan jiwa mendayu, kerap mencipta gejolak haru. Sebaik-baiknya tempat untukmu adalah lembah jiwa yang tentram. Karenanya, aku hantarkan sebait doa paling ikhlas di dunia, ke pangkuan Penguasa Alam Semesta. Agar kau selamat hingga berpulang. Menuju lembah kebahagiaan. Aku tunggu sayang. Faizin Abasárina ( 12:25 pm - 2020-07-15 )

PUISI : AKU CINTA TULISANKU

AKU CINTA TULISANKU Suatu waktu dalam renungku Sajak rindang dalam damainya kalbu Tergores indah puisi relung hati Harum mewangi bersyair suci Tenang, tentram, terasa nyaman Sajak nan indah pun menenangkan Jiwa bahagia memandangnya Netra berbunga membacanya Dalam hati terukir Puisi yang tidak kikir Dalam benak tersingkir Keraguan yang berdesir Aku mencintai tulisanku Runtut indah tak pernah palsu Aku 'tak akan pernah ragu Jauh di lubuk hatiku, aku mencintai tulisanku Faizin Absárina ( 03:41 pm - Getas, 2020-07-13 )

PUISI : ABSTINENSI ABSTRAK

ABSTINENSI ABSTRAK Hingar bingar hidup yang menjadi abu. Bunga-bunga yang telah layu. Degup jantung yang menjadi kaku. Satu meter yang telah tergali. Merangkak naik bangkit lagi. Dengan kaki tangan perih tertatih-tatih. Tangan mungil malaikat. Pelan jengah dan mendekat. Perilaku laknat jiwa bak malaikat. Tak pantas, sungguh tak pantas. Menari-nari di atas pentas. Kapan oh kapan segera mentas. Ingin berenjak menghampiri. Ungkapkan hati seluruh isi. Tetapi hati, terkunci mati. Faizin Absárina ( 10:25 am - Getas, 2020-07-06 )

PUISI : JANGAN SEDIH, MENTARI YANG INDAH

JANGAN SEDIH, MENTARI YANG INDAH! Mentari menyendiri hari ini. Menggerutu tubuhnya memikirkan pelangi. Cahaya yang renta menjadikannya gulita. Mentari bahagia kini berteman lara. Mentari ceria kini diterpa duka. Mentari muda menjelma tua renta. Sungguh nestapa nasib Mentari. Dulu hingga kini derita tak bertepi. Ku harap hanya sebatas mandat, bukan tuk menetap. Bukan dia mengantar musibah. Melainkan Tuhan titip amanah. Mentari hanya menepi, kehendak Tuhan, kan pulih kembali. Untuk mentari ku hantarkan buket bunga. Untuk mentari ku susunlah prosa asmaranda. Untuk mentari jangan sendiri, ku cipta puisi sepenuh hati. Bangunlah dan beranjak. Sembuhlah dan bersajak. Terbanglah dan bersinar. Cintaku untukmu. Hatiku singgasanamu. Nyawaku buah hatimu. Mentari, peganglah tanganku. Janganlah risau, Usah kau ragu. Kau dan aku Raja dan Ratu. Faizin Absárina  ( 12:30 pm - Demak Kota, 20-07-05 )